PERSISJABAR.OR.ID – Pekerja Rumah Tangga (PRT) adalah kelompok pekerja yang selama ini memiliki peran vital dalam kehidupan masyarakat. Sayangnya, mereka justru menjadi kelompok pekerja yang paling rentan terhadap eksploitasi dan ketidakadilan. Fakta ini menjadi latar belakang utama mengapa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) harus segera disahkan dan tidak lagi menjadi sekadar wacana.
RUU PPRT bukanlah gagasan baru. RUU ini pertama kali diajukan pada periode 2004-2009 dan terus diusulkan kembali pada setiap periode keanggotaan DPR berikutnya. Meskipun masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) lima tahunan, RUU ini sering kali tidak menjadi prioritas, sehingga, RUU PPRT ini mengendap di DPR selama 21 tahun lamanya. Tentu hal ini menunjukkan bahwa perjuangan untuk menghadirkan payung hukum bagi PRT masih menemui jalan berliku.
Mengapa RUU PPRT Penting?
RUU PPRT merupakan bentuk perlindungan bagi PRT dari berbagai bentuk kekerasan, diskriminasi, dan pelanggaran hak-hak dasar yang masih sering terjadi. Kajian Komnas Perempuan (2021) mengungkapkan bahwa PRT menghadapi berbagai permasalahan utama, seperti tidak adanya batasan beban kerja yang jelas dan layak, ketiadaan pengaturan waktu kerja normatif, serta mekanisme pengupahan dan jaminan sosial yang tidak jelas. Selain itu, PRT juga tidak memiliki perlindungan dari pemecatan sepihak dan berada dalam posisi rentan terhadap tindak kekerasan serta eksploitasi.
Dengan mengacu pada Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT, RUU PPRT mengatur ruang lingkup perlindungan yang lebih jelas terhadap hak-hak pekerja rumah tangga. Diketahui bahwa RUU ini mencakup berbagai aspek, termasuk pengakuan pekerjaan PRT sebagai profesi, batasan kerja yang manusiawi, mekanisme pengupahan yang layak, serta perlindungan sosial dan hukum yang jelas.
RUU PPRT berlandaskan pada asas keadilan, non-diskriminasi, kesetaraan gender, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), serta perlindungan dari perdagangan manusia, dengan tujuan utama menjamin penghormatan dan perlindungan hak-hak dasar PRT, menyediakan payung hukum yang melindungi mereka dari eksploitasi dan diskriminasi, serta memberikan kepastian hukum bagi PRT dan pemberi kerja. Selain itu, RUU ini bertujuan mencegah segala bentuk kekerasan terhadap PRT sekaligus meningkatkan kesejahteraan dan profesionalitas mereka.
Sayangnya, kondisi di lapangan masih jauh dari ideal. Menurut data dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), sebanyak 3.308 kasus kekerasan terhadap PRT terjadi dari tahun 2021 hingga Februari 2024. Data ini hanya puncak gunung es dari berbagai bentuk pelanggaran hak yang dialami oleh PRT, mulai dari eksploitasi kerja, pemotongan upah sepihak, hingga kekerasan fisik dan seksual. Survei JALA PRT di enam kota terhadap 4.296 PRT pada tahun 2019 mengungkap bahwa 89% PRT tidak memiliki jaminan kesehatan sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan 99% tidak memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan.
Pekerja rumah tangga, yang mayoritasnya adalah perempuan, sering kali tidak mendapatkan pengakuan sebagai pekerja formal. Hal ini menyebabkan mereka rentan terhadap berbagai bentuk eksploitasi, tanpa adanya mekanisme hukum yang jelas untuk melindungi hak-hak mereka. RUU PPRT hadir untuk menjawab permasalahan ini dengan memberikan payung hukum bagi PRT agar mereka mendapatkan perlindungan layaknya pekerja formal lainnya.
Mengapa Kita Harus Terus Mengawal RUU PPRT?
RUU PPRT adalah payung hukum yang sangat dibutuhkan bagi para Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Indonesia. Namun, pada peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga Nasional, 15 Februari 2025 ini manfaat dari undang-undang ini masih belum bisa dirasakan karena belum disahkan oleh DPR.
RUU PPRT telah tertunda selama 21 tahun lamanya, melewati berbagai periode pemerintahan tanpa kejelasan. Sudah saatnya kita menagih komitmen DPR dan pemerintah untuk segera mengesahkannya. Mengawal RUU PPRT bukan hanya soal perlindungan terhadap PRT, tetapi juga tentang keadilan sosial dan kemanusiaan. Kita semua harus bersuara agar regulasi ini tidak hanya menjadi janji kosong.
Saya mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya mahasiswa dan perempuan di Jawa Barat khususnya kader Himi Persis Jabar, untuk terus menggaungkan #KawalSampaiLegal. RUU PPRT bukan hanya milik para PRT, tetapi juga milik kita semua sebagai bagian dari bangsa yang menjunjung tinggi keadilan dan kemanusiaan.
Maka dengan ini, PW Himpunan Mahasiswi Persatuan Islam Jawa Barat, menyatakan sikap:
- Mendesak Komisi XIII untuk segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT sebagai bentuk perlindungan hukum bagi Pekerja Rumah Tangga.
- Menyerukan kepada pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam menjamin hak-hak Pekerja Rumah Tangga.
- Mengajak masyarakat terkhusus para perempuan di Jawa Barat untuk turut serta dalam mendukung pengesahan RUU PPRT demi menciptakan lingkungan kerja yang adil dan manusiawi.
Penulis: Ketua PW Himi Persis Jawa Barat, Siti Resa Mutoharoh
Editor: Tim Kominfo PW Himi Persis Jawa Barat