Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin “Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah.”
Para ulama menyampaikan Islam mengajarkan bahwa sabar itu minimal ada pada tiga hal:
Pertama, sabar dalam ketaatan
Artinya seorang mukmin harus sabar menjalankan perintah Allah SWT meskipun perintah itu berat dan dibenci oleh nafsunya. Melaksanakan sholat yang lima waktu itu perlu kesabaran, melaksanakan shaum perlu kesabaran, menuntut ilmu dan mengamalkan ilmu yang dimiliki perlu kesabaran bahkan untuk berdakwah pun perlu kesabaran.
Seorang mukmin harus tetap taat pada hal-hal yang telah diwajibkan baginya meskipun banyak hal yang merintangi; mulai dari kemalasan dan faktor internal lain sampai dengan cemoohan orang, kebencian musuh Islam, dan faktor eksternal lain
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ ١٥٣
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah : 153)
Kedua, sabar dalam meninggalkan larangan
Adakalanya orang sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, tetapi ia tidak sabar dalam meninggalkan larangan. Shalat dijalankan tetapi judi juga tidak bisa ditinggalkan. Puasa dilakukan tetapi ghibah tetap jalan. Ibadah terus dilakukan tapi maksiat-maksiat terus dilakukan, tidak bisa menjaga pandangan, menyakiti orang lain, termasuk mendolimi atau menyusahkan orang lain. Sehingga ada istilah STMJ, Sholat Terus Maksiat Jalan.
Kesabaran harus diimplementasikan dalam meninggalkan semua kemaksiatan dan larangan-larangan Allah SWT. Termasuk dalam shaum ini diantaranya meninggalkan kemaksiatan emosional, seperti marah. Rasulullah SAW menyebut orang yang kuat, secara hakiki adalah yang mampu menanhan marah karena ia telah bersabar atas apa yang dilarang Allah SWT.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
Orang yang kuat bukanlah orang yang bisa mengalahkan lawannya, tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah (Muttafaq ‘alaih)
Bagaimana apabila seseorang sudah terlanjur terjatuh di dalam kemaksiatan, maka hendaklah dia segera bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, meminta ampunan dan menyesalinya di hadapan Allah. Dan hendaknya dia mengikuti kejelekan-kejelekannya dengan berbuat kebaikan-kebaikan.
اِنَّ الْحَسَنٰتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّاٰتِۗ ١١٤
Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. (Q.S. Hud : 114)
Ketiga, sabar dalam musibah/takdir Allah
Inilah makna sabar yang sudah banyak dimaklumi oleh kebanyakan orang. Kita harus bersabar menghadapi takdir dan keputusan Allah serta hukum-Nya yang terjadi pada hamba- hamba-Nya. Karena tidak ada satu gerakan pun di alam raya ini, begitu pula tidak ada suatu kejadian atau urusan melainkan Allah lah yang mentakdirkannya. Maka bersabar itu harus. Bersabar menghadapi berbagai musibah yang menimpa diri, baik yang terkait dengan nyawa, anak, harta dan lain sebagainya…”
Dalam hal ini, orang-orang sering keliru memahami istilah sabar. Ketika seseorang mendapatkan kesulitan maka ia pasrah tanpa berusaha menghilangkan kesulitannya atau mencari solusinya, maka itu bukan sabar. Sabar dalam Islam bersifat proaktif dan progresif, ia tidak statis tetapi telah didahului atau bersamaan dengan ikhtiar yang maksimal dan upaya untuk senantiasa mencari solusi atas problematika yang dihadapinya. Saat semua upaya telah dilakukan, saat ikhtiar mencapai batas maksimal, maka saat itulah sabar bertemu dengan tawakal. Ia menyerahkan kepada Allah. Dan dengan sabar dan tawakalnya itu Allah akan mengampuni dosa-dosanya.
Dari Abu Said Al-Khudri dan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Segala sesuatu yang menimpa seorang muslim, baik berupa rasa letih, sakit, gelisah, sedih, gangguan, gundah-gulana, maupun duri yang mengenainya (adalah ujian baginya). Dengan ujian itu, Allah mengampuni dosa-dosanya.(Muttafaq ‘alaih)
Semoga kita mampu melatih kesabaran kita dan menguatkan kesabaran kita di bulan Ramadhan yang juga dikenal sebagai bulan kesabaran. Wallaahu a’lam bish shawab.