Komunikasi adalah suatu aktivitas manusia yang saling berinteraksi antara satu orang maupun lebih, konsep tentang komunikasi tidak hanya berkaitan dengan masalah cara bagaimana pesan seseorang dapat dengan mudah dipahami oleh yang lainnya, tetapi juga bagaimana orang lain merasa dipahami dan diakui oleh kita. Karena komunikasi merupakan fitrah manusia, maka Allah mengatur bagaimana komunikasi sebaiknya dilakukan. Diantaranya dapat kita lihat dalam Al-Quran Surat Al-Ahjab ayat 70:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.”
Ayat ini mengandung perintah bagi orang beriman untuk berkomunikasi, menyampaikan ide, gagasan dan pemikiran dengan perkataan yang benar, tidak berdusta, bukan hoax dan juga kata-kata lainnya yang menyalahi etika dan melawan hukum. Lalu bagiamana cara berkomunikasi yang Islami itu? Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi ber-akhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak alkarimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).
Praktek komunikasi menurut ajaran Islam selalu terikat kepada perintah dan larangan Allah swt dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Pada dasarnya agama sebagai kaidah dan sebagai perilaku adalah pesan (informasi) kepada umat manusia agar berperilaku sesuai dengan perintah dan larangan Allah. Dengan kata lain, komunikasi menurut Islam adalah interaksi yang sangat memuliakan satu dengan yang lainnya.
Al-Qur’an juga menyebut komunikasi sebagai salah satu fitrah manusia. Untuk mengetahui bagaimana manusia seharusya berkomunikasi. Al-Qur’an memberikan kata kunci yang berhubungan dengan hal itu. Al-Syaukani misalnya, mengartikan kata kunci al-bayan sebagai kemampuan berkomuni-kasi. Selain itu, kata kunci yang diperguna-kan AlQur’an untuk komunikasi ialah al-qaul. Dari al-qaul ini, lahirlah prinsip, qaulan sadidan yakni kemampuan berkata benar atau berkomuni-kasi dengan baik.
Para fakar komunikasi sepakat dengan para psikolog bahwa, kegagalan komunikasi berakibat fatal baik secara individual maupun sosial. Secara sosial, kegagalan komunikasi menghambat saling pengertian, menghambat kerja sama, menghambat toleransi, dan merintangi pelaksanaan norma-norma sosial.
Al-Qur’an menyebut komunikasi sebagai salah satu fitrah manusia sebagaimana tertuang dalam QS. Al-Rahman: ayat 1 – 4:
اَلرَّحْمٰنُۙ عَلَّمَ الْقُرْاٰنَۗ خَلَقَ الْاِنْسَانَۙ عَلَّمَهُ الْبَيَانَ
(Allah) Yang Maha Pengasih, Yang telah mengajarkan Al-Qur’an. Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara.
Al-Syaukani dalam Tafsir Fath al-Qadir mengartikan al-bayan sebagai kemampuan berkomunikasi. Untuk mengetahui bagaimana orang-orang seharusnya berkomunikasi secara benar (qaulan sadidan), harus dilacak kata kunci yang dipergunakan Al-Qur’an untuk komunikasi. Selain al-bayan, kata kunci untuk komunikasi yang banyak disebut dalam AlQur’an adalah “al-qaul” dalam konteks perintah (amr), dapat disimpulkan bahwa ada enam prinsip komunikasi dalam Al-Qur’an, atau komunikasi yang Islami:
- Qaulan sadidan (perkataan yang benar, lurus dan jujur). Kata “qaulan sadidan” disebut dua kali dalam Al-Qur’an. Pertama. Allah menyuruh manusia menyampaikan qaulan sadidan (perkataan benar) dalam urusan anak yatim dan keturunan, yakni (QS. An-Nisa Ayat 9:
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”.
Kedua, Allah memerintahkan qaulan sesudah takwa, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Ahzab Ayat 70:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”.
Wahbah al-Zuhaily (1991:260) mengartikan qaulan sadidan pada ayat ini dengan ucapan yang tepat dan bertanggung jawab, yakni ucapan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Selanjutnya ia berkata bahwa surah al-Ahzab ayat 70 merupakan perintah Allah terhadap dua hal: Pertama, perintah untuk melaksana kan ketaatan dan ketaqwaan dan menjauhi larangan-Nya. Kedua, Allah memerintahkan kepada orangorang yang beriman untuk berbicara dengan qaulan sadidan, yaitu perkataan yang sopan tidak kurang ajar, perkataan yang benar bukan yang batil.
- Qaulan Balighan. Perkataan yang membekas pada jiwa, tepat sasaran, komunikatif dan mudah dimengerti). Ungkapan ini terdapat dalam QS An-Nisa ayat 63 yang berbunyi:
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ يَعْلَمُ اللّٰهُ مَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ فَاَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَّهُمْ فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ قَوْلًا ۢ بَلِيْغًا
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha –perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.”
Kata “baligh” dalam bahasa Arab artinya sampai, mengenai sasaran atau mencapai tujuan. Apabila dikaitkan dengan qaul (ucapan atau komunikasi), “baligh” berarti fasih, jelas maknanya, terang, tepat menggunakan apa yang dikehendaki. Oleh karena itu prinsip qoulan balighan dapat diterjemahkan sebagai prinsip komunikasi yang efektif.
1 Comment
Alhamdulillah…sangat bermanfaat