Shaum adalah imsak (menahan diri). Menurut Emha Ainun Najib, “puasa adalah pekerjaan menahan di tengah kebiasaan menumpahkan atau mengendalikan di tengah tradisi melampiaskan. Pada skala yang besar nanti kita bertemu dengan tesis ini: Ekonomi-industri-konsumsi itu mengajak manusia untuk melampiaskan, sementara agama mengajak manusia untuk menahan dan mengendalikan”.
Hari ini kita hidup di tengah cengkraman budaya kapitalistik yang hedonistik dan konsumtif. Harga diri manusia ditentukan oleh seberapa banyak harta dan kekayaannya. Orang dihormati bukan karena ilmunya tapi karena hartanya.
Ramadhan merupakan sistem pengendalian diri yang paling revolusioner dan paling epektif. Dengan gemblengan selama satu bulan penuh, ummat Islam ditempa mental spiritualnya agar menjadi pribadi-pribadi yang mampu mengendalikan dirinya dari godaan syahwat duniawi. Berpuasa mengajarkan pengendalian diri dalam segala hal, tidak hanya terkait dengan makanan dan minuman, tetapi juga emosi, keinginan, dan perilaku. Dalam proses berpuasa, seseorang diajak untuk mengontrol keinginan duniawi yang kadang dapat mengarah pada hal-hal yang negatif.
Ramadhan melatih ummat Islam agar merubah orientasi kehidupan dari dunia menjadi ukhrowi. Sebelas bulan kita mengejar dunia harus dikendalikan dan segera direm. Ramadhan mengingatkan bahwa ada kehidupan akhirat yang lebih kekal yang harus kita persiapkan.