Di dalam Ramadhan ada ibadah special yaitu itikaf. Itikaf secara bahasa artinya berdiam diri atau tinggal di suatu tempat. Sedangkan secara syar’i, itikaf adalah berdiam diri di masjid dengan niat untuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melakukan ibadah masyruk seperti salat, zikir, membaca Al-Quran dan amalan yang lainnya di 10 hari terakhir bulan Ramadan.
Ibadah ini termaktub dalam Quran “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang itikaf, yang ruku’ dan yang sujud’. QS. Al-Baqarah 125.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat. Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172).
Melalui syariat I’tikaf ini, seorang muslim mendidikasikan dirinya di rumah Allah untuk bertaqorrub kepada-nya selama sepuluh hari penuh. Dari sinilah seorang muslim dilatih untuk menjadikan Masjid sebagai tempat kembali dari segala aktivitas kita di dunia ini. Sejauh kemanapun kita pergi, dan sesibuk apapun kita bekerja, kita diingatkan agar segera Kembali ke masjid. Kembali ke Allah.
Di masjid lah seseorang akan mendapatkan ketenangan hati dan ketentraman hidup. Di tengah hinggar binger nya kehidupan dunia, berlabuhlah dan berteduhlah di rumah Alloh, yaitu masjid. Itulah salah satu pesan yang harus kita tangkap dari ibadah I’tikaf.
Oleh sebab itu, bagi yang belum mampu beritikaf sepuluh hari penuh, janganlah ditinggalkan seluruhnya, ambillah ihyaullail di malam-malam ganjil saja, karena di malam itulah potensial terjadinya lailatul qadar.
1 Comment
Alhamdulillah