PERSISJABAR.OR.ID – Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi persisjabar.co.id, yang juga Wakil Ketua II PW Persis Jawa Barat, H. Muchsin al-Fikri alhamdulillah berhasil dinyatakan lulus dalam Sidang Tertutup Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Dalam sidang yang diuji oleh Sembilan penguji yang terdiri dari Promotor dan Oponen ahli serta guru besar itu, Muchsin al-Fikri berhasil mempertahankan disertasi yang berjudul “Politik Identitas Keagamaan Dalam Kontestasi Pilpres 2024 (Studi Fenomenologis Tentang Strategi Komunikasi Politik Anies Rasyid Baswedan Dalam Pemilihan Presiden 2024) dalam Ujian Naskah Disertasi Sidang Tertutup Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, yang dilaksanakan pada Selasa, 29 April 2025 di Ruangan Rapim Lantai 2 Gedung Pasca UIN SGD.
Melalui SK Nomor 035B/Un.05/PP.00.9/Kp.07.6/04/2025, tentang pengangkatan Tim Penguji Pada Naskah Disertasi Mahasiswa Program Doktor (S3) Program Pascasarjana UIN SGD, Rektor UIN mengangkat Tim Penguji terdiri dari 1. Prof. Dr. H. Aden Rosadi, M.Ag (Ketua Sidang), 2. Dr. Dadang Darmawan, MA (Sekretaris Sidang), 3. Prof. Dr. H. Dody S Truna, MA (Ketua Promotor), 4. Prof. Dr. H. Asep Saeful Muhtadi, MA (Anggota Promotor), 5. Prof. H. Ahmad Ali Nurdin, MA, Ph.D, (Anggota Promotor), 6. Dr. H. Cecep Suryana, M. Si (Oponen Ahli), 7. Dr. Hamzah Turmudi, M. Si (Oponen Ahli), 8. Dr. Iu Rusliana, S. Fil.L, M. Si (Oponen Ahli) dan 9. Prof. Dr. H. Idzam Fautanu, M. Ag (Guru Besar).
Dalam disertasi tersebut Muchsin al-Fikri menyimpulkan bahwa Politik identitas sering digunakan oleh sekelompok orang yang mengalami diskriminasi politik atau marginalisasi akibat ketidakadilan politik, bahkan bagi mereka yang mengalami kriminalisasi politik. Sebagaimana dikatakan oleh seorang filsuf sosial, Cornel West, bahwa politik identitas adalah cara untuk mengatasi ketidakadilan yang terjadi pada kelompok terpinggirkan.
Dalam konteks itulah Anies Rasyid Baswedan menggunakan politik identitas sebagai strategi komunikasi politik di dalam melakukan perlawanan politik secara konstitusional melalui Pemilihan Presiden 2024, melalui jargon perubahan, sebagai antitesa dari keberlanjutan status quo yang diusung oleh Prabowo-Gibran.
Politik identitas seperti inilah yang dahulu dipergunakan oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia. Mereka mengobarkan politik identitas keagamaan, kebangsaan, kesukuan dan kedaerahan untuk melakukan perlawanan kepada kaum penjajah. Bagi Belanda, politik identitas yang dipertontonkan kaum pergerakan kemerdekaan jelas dianggap negatif karena mengancam kepentingan imperialisme mereka, tapi bagi masyarakat dan bangsa Indonesia, politik identitas tersebut dianggap sangat positif dan menguntungkan bagi proses kemerdekaan Indonesia.
Politik identitas memiliki dua sisi mata uang yang berbeda tergantung dari mana memandangnya. Bagi para pembenci Anies, politik identitas yang dipertontonkan dianggap sebagai sesuatu yang buruk dan negatif karena dituduh berpotensi memecahbelah kesatuan bangsa. Narasi itulah yang dikembangkan oleh para buzzerRp untuk menyudutkan dan menjatuhkan citra Anies Baswedan. Sehingga karena ulah mereka, Anies dipaksa sibuk untuk menepis stigma negatif politik identitas yang disematkan kepadanya.
Calon Presiden Anies Rasyid Baswedan terpaksa menggunakan politik identitas karena mengalami penjegalan politik, diskriminasi bahkan kriminalisasi yang dilakukan oleh penguasa saat itu dan pihak-pihak yang tidak menghendaki Anies maju menjadi calon presiden.
Penelitian ini menyatakan bahwa Anies telah sukses dan berhasil mengambil hati 40 juta lebih bangsa dan rakyat Indonesia yang menghendaki perubahan. Strategi tersebut terbukti sangat epektif dalam meraih dukungan politik. Epektifitas tidak hanya ditentukan dari kalah dan menang, tetapi dari sejauhmana Anies mampu menyatukan dan mensolidkan masyarakat yang pro perubahan. Namun keberhasilan itu telah dibajak oleh para mafioso dalam system politik pragmatis yang menghalalkan segala cara mulai dari politisasi 450 trilyun dana bansos, rekayasa Mahkamah Konstitusi sampai pengerahan aparatur negara baik sipil maupun militer serta kecurangan yang dilakukan oleh para penyelenggara Pemilu.
Kehadiran capres Anies dalam Pilpres 2024 menjadi monumen bagi lahirnya politik integritas, politik adiluhung dan politik etika dan norma. Sejarah akan mencatat betapa Bangsa ini akan menyesal di kemudian hari karena sudah menyia-nyiakan seorang figur pemimpin yang memiliki integritas tinggi, berakhlak dan berilmu pengetahuan luas. Bangsa ini akan menyesal telah menolak ide perubahan menuju terwujudnya Indonesia yang berkeadilan dan sejahtera, serta bebas dari KKN dan supremasi hukum.
Berdasarkan renungan dan refleksi yang cukup mendalam, saya yakin ke depan bahwa suatu saat nanti bangsa Indonesia yang besar ini akan kembali dipimpin oleh pemimpin yang Amanah dan berilmu. Dengan dihapuskannya presidential tershold 20 %, dimana setiap partai peserta Pemilu diperbolehkan mengusulkan Capres dan Cawapresnya, maka langkah Anies Rasyid Baswedan menuju kursi presiden akan semakin mulus dan terbuka lebar. ***